Jumat, 02 Oktober 2015

Perintah dalam film The Impossible

Pendahuluan
            Salah bentuk tuturan yang banyak diucapkan dalam percakapan sehari-hari adalah perintah (command/order). Dalam percakapan antara dua orang, perintah dituturkan dengan kondisi ada yang memerintah dan ada yang diperintah. Sesuai konteksnya, perintah biasanya dituturkan dalam situasi-situasi khusus atau tertentu. Dalam konteks yang lebih khusus, perintah akan banyak dituturkan atau diucapkan dalam situasi yang gawat, darurat dan mendesak, misalnya ketika terjadi bencana alam.
            Sebagai contoh bagaimana perintah dituturkan dalam situasi bencana alam, dalam makalah ini akan diambil peristiwa tsunami yang digambarkan dalam film “The Impossible”. Film ini diangkat dari kisah nyata sebuah keluarga dari Spanyol, Quique dan Maria Alvarez serta ketiga putra mereka Lucas, Simon dan Tomas yang bertahan hidup dari terjangan tsunami di Thailand, saat mereka berlibur pada tanggal 26 Desember 2004. Mereka sempat terpisah-pisah selama beberapa hari, sebelum akhirnya mereka dapat berkumpul kembali.
            Film yang disutradai oleh  J.A. Bayona tersebut, dibintangi oleh Ewan McGregor (Henry-nama ini dipilih untuk mengganti nama Quique) dan Naomi Watts (Maria). Lokasi pengambilan gambarnya banyak diambil di Thailand. Hampir seluruh rentetan peristiwa bencana yang dialami keluarga Alvarez ini digambarkan sama persis dalam film tersebut, terutama saat gelombang air laut menghantam hotel tempat mereka berlibur. Maria hanyut bersama Lucas, sedangkan Quique bertahan di sebatang pohon bersama Simon dan Tomas. Dalam situasi darurat dan panik, ketika digulung ombak yang menghanyutkan keluarga ini dan turis-turis lainnya, dapat disimak bagaimana Maria memberi perintah kepada Lucas ketika mereka hanyut bersama-sama demi menyelamatkan diri mereka.
            Makalah ini akan membahas dan menganalisa perintah-perintah yang dituturkan oleh tokoh-tokoh dalam film ini, terutama ketika mereka berusaha untuk menyelamatkan diri dari gulungan ombak yang menghanyutkan dan menenggelamkan mereka. Sebelumnya, sebagai langkah awal dalam pembahasan dan penelitian ini adalah pemaparan teori-teori yang berkaitan dengan tuturan perintah sebagai bentuk dari tindak ilokusi (illocutionary acts).


           
Landasan Teori
Tindak tutur merupakan bentuk tindakan yang ditunjukkan melalui tuturan-tuturan dan biasanya diberikan label yang lebih spesifik seperti permintaan maaf, keluhan, pujian, undangan, janji ataupun permintaan. Istilah-istilah deskriptif untuk berbagai macam tindak tutur ini berlaku pada maksud komunikatif penutur dalam memproduksi tuturan. Penutur biasanya mengharapkan bahwa maksud komunikatifnya dapat dikenali oleh pendengaranya. Baik penutur maupun pendengar biasanya dibantu dalam proses ini oleh keadaan yang melingkupi tuturan-tuturan tersebut (Yule, 1996: 47)
Pada prinsipnya tindak tutur menggarisbawahi bahwa perkataan dan tindakan adalah sama. Tiap pernyataan yang dituturkan mencerminkan tindakan si penuturnya itu. Dalam ungkapan lain, tindak tutur tidak hanya mengungkapkan gaya bicara si penutur, tetapi juga merefleksikan tanggung jawab si penutur terhadap isi tuturannya, mengingat isi tuturannya itu mengandung maksud-maksud tertentu dalam mempengaruh pendengarnya. John Langshaw Austin membagi tindak tutur ke dalam tiga jenis, yakni (1) tindak lokusi (locutionary acts), (2) tindak ilokusi (illocutionary acts) dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary acts). (Wibowo, 2011:36-37)
            Berikut ini adalah uraiannya:
1)      Tindak lokusi (locutionary acts), yaitu tindak tutur si penutur dalam menyampaikan sesuatu yang pasti, sekalipun tidak ada keharusan bagi si penutur itu untuk melaksanakan isi tuturannya. Austin menggolongkan tindak lokusi ke dalam tiga sub-jenis:
-         Tindak fonetis (phonetic acts), yakni tindak mengucapkan bunyi tertentu, misalnya “a-k-u”, “c-u-a-c-a”.
-         Tindak fatis (phatic acts), yakni tindak tutur mengucapkan kosakata tertentu yang membentuk suatu gramatika tertentu yang dikenal pula sebagai kalimat langsung, misalnya “Jangan berani menggoda pacar saya, nanti saya lapor istrimu.”, ujar Rudi.
-         Tindak retis (rhetic acts), yakni tindak tutur dengan tujuan melaporkan apa yang dituturkan si penutur, yang juga disebut sebagai kalimat tak langsung, misalnya Rudi mengatakan bahwa pria yang menggoda pacarnya akan ia laporkan.
2)      Tindak ilokusi (illocutionary acts), yakni tindak tutur si penutur yang hendak menyatakan sesuatu dengan menggunakan suatu daya yang khas, yang membuat si penutur itu bertindak sesuai dengan apa yang dituturkannya. Dengan kata lain, dalam tuturan tersebut terkandung suatu kekuatan yang mewajibkan si penutur melaksanakan apa yang dituturkannya. J.L. Austin membagi tindak ilokusi ke dalam lima sub-jenis:
-         Verdiktif (verdictives acts), yakni tindak tutur yang ditandai oleh adanya keputusan yang bertalian dengan benar-salah, namun keputusan tersebut bukan keputusan yang bersifat final. Kata-kata yang termasuk dalam kategori tindak tutur verdiktif antara lain: membebaskan, menghukum, menafsirkan, memperhitungkan, menetapkan tempat, menyangka, mengukur, melukiskan, menempatkan, menentukan tanggal, memerintah.
-         Eksersitif (exercitives acts), yakni tindak tutur yang merupakan akibat adanya kekuasaan, hak atau pengaruh. Kata-kata yang termasuk dalam kategori eksersitif antara lain: menunjuk, menamai, memproklamasikan, menasehati, mengarahkan, memaksa, memberi suara, memperingatkan, memerintah, memilih.
-         Komisif (commissives acts), yakni tindak tutur yang ditandai oleh adanya perjanjian atau perbuatan yang menyebabkan si penutur melakukan sesuatu. Kata-kata yang termasuk dalam kategori komisif antara lain: melakukan kontrak, bersumpah, mengumumkan, melawan, bertaruh, mendukung.
-         Behabitif (behabitives acts), yakni tindak tutur yang mencerminkan kepedulian sosial yang bertalian dengan rasa simpati, saling memaafkan atau saling mendukung. Kata-kata yang termasuk dalam kategori behabitif antara lain: ucapan selamat, tantangan, pemberian maaf, turut berduka cita.
-         Ekspositif (expositives acts), yakni tindak tutur yang digunakan dalam menyederhanakan pengertian atau definisi yang berasal dari referensi tertentu, misalnya “Demokrasi itu pada pokoknya dapat diibaratkan sebagai sebuah rumah tangga yang orang-orang di dalamnya hidup rukun, damai, dan bebas berbicara sesuai kapasitasnya masing-masing.
3)      Tindak perlokusi (perlocutionary acts), yakni efek tindak tutur si penutur bagi pendengarnya. Dalam penegasan lain, bila tindak lokusi dan tindak ilokusi lebih menekankan pada peranan tindakan si penutur, pada tindak perlokusi yang ditekankan adalah bagaimana respons pendengarnya. Hal ini, menurut J.L. Austin, berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai pemengaruh pikiran dan perasaan. Kata-kata yang termasuk dalam tindak perlokusi antara lain: meyakinkan, menyenangkan, menipu, menakuti, membujuk, merayu  dan mengarahkan.

John Searle,  murid dari Austin, mengembangkan teori tindak tutur dengan mengkategorisasikan semua peristiwa tutur ke dalam bermacam-macam tindakan dan kemudian mencoba untuk menentukan kebenaran atau validitas atas setiap tipe tindak tutur. Searle menyatakan bahwa setidaknya terdapat lima klasifikasi kondisi kebenaran dalam tindak tutur:
a.       Penutur harus berniat melakukan apa yang ia janjikan.
b.      Penutur harus percaya (bahwa pendengarnya percaya) bahwa tindakan-tindakannya dalam kepentingan terbaik pendengar.
c.       Penutur harus percaya bahwa ia dapat melakukan suatu tindakan.
d.      Penutur harus mendasari diri pada tindakan masa depan.
e.       Penutur harus mendasari diri pada tindakan atas dirinya sendiri.

Pada intinya, Searle menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita katakan membentuk suatu tindak tutur. Lebih jauh lagi, setiap tipe tindak tutur diperintah oleh sekumpulan kondisi kebenaran yang harus terjadi jika tindak tutur tersebut valid (Parker, 1986: 14-15).
Searle kemudian memasukkan perintah sebagai bentuk dari tindak ilokusi (illocutionary acts) dan secara terperinci sebagai bagian dari tuturan direktif (directives). Pembagian tindak ilokusi menurut Searle adalah sebagai berikut (Verschueren, 1999:24):
a.  Asertif merupakan tuturan yang mengungkapkan keyakinan dan mendorong penutur pada kebenaran atas apa yang ia nyatakan: pernyataan.
b.  Direktif merupakan tuturan yang mengungkapkan suatu harapan dan diperhitungkan sebagai usaha untuk mendorong pendengarnya melakukan sesuatu: permintaan atau perintah.
c.  Komisif merupakan tuturan yang mengungkapkan suatu maksud dan diperhitungkan sebagai suatu komitmen bagai penutur untuk mengikat dirinya dalam arah tindakan di masa depan: janji atau tawaran.
d.  Ekspresif merupakan tuturan yang mengungkapkan suatu variasi pernyataan psikologis dan diperhitungkan sebagai suatu ungkapakan pernyataan psikologis: permintaan maaf atau ucapan terima kasih.
e.  Deklarasi merupakan tuturan yang tidak mengungkapkan suatu variasi pernyataan psikologis dan tujuan yang hendak dibawa adalah perubahan dalam kenyataan: pembaptisan atau pernyataan perang).

                Berdasarkan rincian mengenai tindak ilokusi menurut Searle tersebut, maka dapat ditunjukkan bahwa perintah merupakan tuturan yang diucapkan ketika terdapat harapan dari penutur agar tuturannya dilaksanakan oleh pendengarnya. Dengan kata lain pendengar (dari penutur yang mengungkapkan perintah tersebut) diharapkan atau diminta untuk melakukan sesuatu, seperti apa yang dituturkan oleh penuturnya.


Pembahasan
                 Setelah dipaparkan landasan teori mengenai perintah, selanjutnya akan dibahas dan dianalisa beberapa perintah yang dituturkan oleh para tokoh dalam peristiwa tsunami dari film ‘The Impossible’. Tuturan perintah yang dipilih untuk dianalisis adalah sebagai berikut:
a.       Get safe the boys!” (“Selamatkan anak-anak!”)
Perintah ini dituturkan oleh Maria kepada Henry, suaminya, ketika gelombang tsunami sudah menerjang hotel. Ia memberi perintah suaminya itu untuk menyelamatkan Tomas dan Simon yang sedang berada di dekat Henry. Beberapa detik kemudian, meski dihantam oleh tsunami, Henry tetap memegang Tomas dan Simon. Sementara itu, Maria sendiri hanyut oleh arus deras yang tercipta dari gelombang raksasa tersebut.

b.       “Get me out of here!” (“Keluarkan aku dari sini!”)
Saat terseret oleh gelombang tsunami, Lukas yang timbul tenggelam di dalam air, sempat berpapasan dengan ibunya yang sedang berpegangan pada sebatang pohon kelapa. Karena tak dapat menjangkau Lucas, maka Maria melepaskan pegangannya untuk mengejar Lucas dengan berenang di dalam arus yang sangat deras. Pada saat berpapasan kembali, Lucas menuturkan perintah agar ia ‘dikeluarkan’ dari arus tsunami tersebut.

c.       “We have to find somewhere else!” (“Kita harus menemukan tempat yang lain!”)
Saat arus deras tsunami mulai surut, Maria dan Lucas yang terpisah dari Henry, Simon dan Tomas, berada dalam situasi kepanikan, karena kekacauan yang melanda seluruh wilayah di hotel tempat mereka berlibur. Yang mereka dapati hanyalah puing-puing dan jenazah yang terpencar-pencar di mana-mana. Dalam kondisi terluka parah, Maria menuturkan kata perintah kepada Maria, agar mencari tempat yang lain, yang sekiranya lebih aman daripada tempat mereka berada saat itu.

d.       “So cold here” (“Di sini sangat dingin”)
Tuturan ini diucapkan oleh Maria kepada Lucas dengan maksud untuk memberikan perintah kepada Lucas agar ia pergi mengambilkan obat, karena pada saat itu Maria berada dalam keadaan yang semakin parah. Luka-lukanya belum ditangani secara tepat oleh dokter dan paramedis di RS sehingga ia merasa kedinginan.

e.       I only got him in this life” (“Hanya dia yang aku punya di dunia ini”)
Tuturan ini diucapkan oleh Maria kepada dokter yang sedang memeriksanya agar ia segera diobati. Pada saat itu yang Maria ketahui, ia sudah kehilangan suami dan kedua anak lainnya, sehingga ia merasa tinggal Lucas yang ia punya. Ia tidak ingin mati karena luka-lukanya itu, agar Lucas sebagai satu-satunya anggota keluarga yang ia anggap yang masih tersisa, tidak kehilangan dirinya.

f.        “I got a blood you get to stop it, please!” (“Saya mengalami pendarahan, tolong hentikan!”
Akibat terjangan tsunami yang ia alami, Maria mengalami luka pendarahan yang sangat parah di sekujur tubuhnya. Saat itu para dokter dan paramedis sedang sibuk menangani sekian banyak pasien yang adala korban dari bencana tersebut. Saat itu Maria merasa tidak dipedulikan oleh para dokter dan paramedis yang ada di sekitarnya, sementara ia mengalami pendarahan yang harus segera dihentikan. Tuturannya ini merupakan sebentuk permintaan tolong yang dibungkus dalam perintah terhadap dokter yang berada di dekatnya saat itu.

g.       You need to eat something.” (“Kamu harus makan.”)
Saat terbaring lemah di Rumah Sakit, Maria saat itu belum makan apa-apa lagi sesudah diterjang dan selamat dari tsunami bersama Lucas, putranya. Melihat keadaan ibunya yang lemah, Lucas meminta ibunya untuk makan. Di situ ia mengupaskan sebuah jeruk dan meminta ibunya untuk memakannya dengan harapan agar ibunya dapat mengisi perutnya yang kosong setelah beberapa saat tidak lagi makan apa-apa.

h.       She must be starving” (“Dia pasti lapar.”)
Pada saat berada di RS, ada pasien perempuan yang juga korban tsunami yang dibaringkan di sebelah ranjang Maria. Sesudah ia makan jeruk yang diberikan oleh Lucas, Maria menuturkan kata-kata tersebut sebagai bentuk perintah kepada Lucas agar ia juga memberikan jeruknya kepada pasien tersebut. Hanya saja, pasien tersebut hanya diam tak bergerak, karena trauma parah yang ia alami sesudah diterjang tsunami.

i.         Watch this place.” (“Perhatikan tempat ini.”)
Saat terbaring lemah di atas ranjang pasien, Maria memperhatikan sedemikian banyak pasien yang merupakan korban dari bencana tsunami saat itu. Ia pun menuturkan perintah kepada Lucas agar ia melihat ke sekeliling mereka dengan maksud agar Lucas tergerak untuk membantu para korban lainnya. Yang dilakukan Lucas kemudian adalah ia pun membantu para korban tsunami yang lain untuk mencari sanak saudara mereka yang hilang atau tersesat.

j.        I heard everyone go to the mountain to safe alive.” (“Ayah dengar semua orang pergi ke pegunungan sebagai tempat berlindung yang aman”)
Sesudah selamat dari terjangan tsunami, Henry mengatakan kepada Thomas bahwa ia akan mencari tepat yang aman di sekitar pegunungan. Ini merupakan sebentuk perintah agar mereka segera bergerak dari lokasi mereka saat itu ke lokasi lain yang lebih aman.


Kesimpulan
            Dalam situasi yang darurat, perintah sebagai bentuk tindak ilokusi dapat dituturkan dalam berbagai cara dan untuk berbagai maksud. Cara yang dimaksudkan di sini adalah dengan dituturkan secara langsung ataupun dituturkan secara tersirat sebagai bentuk pernyataan. Maksud suatu perintah dituturkan dalam keadaan darurat tentu saja adalah demi keselamatan orang-orang yang berada dalam situasi tersebut.        Pada situasi yang semakin darurat atau mendesak, perintah dituturkan secara lebih singkat. Sedangkan pada situasi yang semakin tenang, perintah dapat dituturkan secara lebih panjang atau lengkap.
            Inilah yang dapat diamati dalam film “The Impossible”, yang mana dialog di dalamnya memuat beberapa perintah, terutama yang dituturkan oleh figur-figur utama dalam film tersebut. Perintah-perintah yang dapat ditemukan dalam tersebut berupa perintah untuk menyelamatkan diri, perintah untuk minta tolong atau bantuan dan perintah untuk mencari tempat yang lebih aman. Dengan demikian, perintah menjadi bentuk tindak ilokusi yang paling banyak dituturkan dalam suatu situasi darurat, seperti halnya dalam bencana tsunami yang digambarkan dalam film “The Impossible”.


Daftar Pustaka
Parker, Frank, Ph.D. 1986. Linguistics for Non-Linguists. London: Taylor & Francis Ltd.

Verschueren, Jef. 1999. Understanding Pragmatics. London: Arnold.

Wibowo, Wahyu, Dr. 2011. Linguistik Fenomenologis John Langshaw Austin: Ketika Tuturan Berarti Tindakan. Jakarta: Bidik Phronesis Publishing.

Yule, George. 1996. Pragmatics. Oxford: Oxford University Press.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar