Pendahuluan
Salah bentuk tuturan yang banyak
diucapkan dalam percakapan sehari-hari adalah perintah (command/order). Dalam
percakapan antara dua orang, perintah dituturkan dengan kondisi ada yang
memerintah dan ada yang diperintah. Sesuai konteksnya, perintah biasanya
dituturkan dalam situasi-situasi khusus atau tertentu. Dalam konteks yang lebih
khusus, perintah akan banyak dituturkan atau diucapkan dalam situasi yang
gawat, darurat dan mendesak, misalnya ketika terjadi bencana alam.
Sebagai contoh bagaimana perintah
dituturkan dalam situasi bencana alam, dalam makalah ini akan diambil peristiwa
tsunami yang digambarkan dalam film “The Impossible”. Film ini diangkat dari
kisah nyata sebuah keluarga dari Spanyol, Quique dan Maria Alvarez serta ketiga
putra mereka Lucas, Simon dan Tomas yang bertahan hidup dari terjangan tsunami
di Thailand, saat mereka berlibur pada tanggal 26 Desember 2004. Mereka sempat
terpisah-pisah selama beberapa hari, sebelum akhirnya mereka dapat berkumpul
kembali.
Film yang disutradai oleh J.A. Bayona tersebut, dibintangi oleh Ewan
McGregor (Henry-nama ini dipilih untuk mengganti nama Quique) dan Naomi Watts
(Maria). Lokasi pengambilan gambarnya banyak diambil di Thailand. Hampir
seluruh rentetan peristiwa bencana yang dialami keluarga Alvarez ini
digambarkan sama persis dalam film tersebut, terutama saat gelombang air laut
menghantam hotel tempat mereka berlibur. Maria hanyut bersama Lucas, sedangkan
Quique bertahan di sebatang pohon bersama Simon dan Tomas. Dalam situasi darurat
dan panik, ketika digulung ombak yang menghanyutkan keluarga ini dan
turis-turis lainnya, dapat disimak bagaimana Maria memberi perintah kepada
Lucas ketika mereka hanyut bersama-sama demi menyelamatkan diri mereka.
Makalah ini akan membahas dan menganalisa
perintah-perintah yang dituturkan oleh tokoh-tokoh dalam film ini, terutama
ketika mereka berusaha untuk menyelamatkan diri dari gulungan ombak yang
menghanyutkan dan menenggelamkan mereka. Sebelumnya, sebagai langkah awal dalam
pembahasan dan penelitian ini adalah pemaparan teori-teori yang berkaitan
dengan tuturan perintah sebagai bentuk dari tindak ilokusi (illocutionary acts).
Landasan Teori
Tindak
tutur merupakan bentuk tindakan yang ditunjukkan melalui tuturan-tuturan dan
biasanya diberikan label yang lebih spesifik seperti permintaan maaf, keluhan,
pujian, undangan, janji ataupun permintaan. Istilah-istilah deskriptif untuk
berbagai macam tindak tutur ini berlaku pada maksud komunikatif penutur dalam
memproduksi tuturan. Penutur biasanya mengharapkan bahwa maksud komunikatifnya
dapat dikenali oleh pendengaranya. Baik penutur maupun pendengar biasanya
dibantu dalam proses ini oleh keadaan yang melingkupi tuturan-tuturan tersebut
(Yule, 1996: 47)
Pada
prinsipnya tindak tutur menggarisbawahi bahwa perkataan dan tindakan adalah
sama. Tiap pernyataan yang dituturkan mencerminkan tindakan si penuturnya itu.
Dalam ungkapan lain, tindak tutur tidak hanya mengungkapkan gaya bicara si
penutur, tetapi juga merefleksikan tanggung jawab si penutur terhadap isi
tuturannya, mengingat isi tuturannya itu mengandung maksud-maksud tertentu
dalam mempengaruh pendengarnya. John Langshaw Austin membagi tindak tutur ke
dalam tiga jenis, yakni (1) tindak lokusi (locutionary
acts), (2) tindak ilokusi (illocutionary
acts) dan (3) tindak perlokusi (perlocutionary
acts). (Wibowo, 2011:36-37)
Berikut ini adalah uraiannya:
1)
Tindak lokusi (locutionary acts), yaitu tindak tutur si
penutur dalam menyampaikan sesuatu yang pasti, sekalipun tidak ada keharusan
bagi si penutur itu untuk melaksanakan isi tuturannya. Austin menggolongkan
tindak lokusi ke dalam tiga sub-jenis:
-
Tindak fonetis (phonetic acts), yakni tindak mengucapkan
bunyi tertentu, misalnya “a-k-u”, “c-u-a-c-a”.
-
Tindak fatis (phatic acts), yakni tindak tutur
mengucapkan kosakata tertentu yang membentuk suatu gramatika tertentu yang
dikenal pula sebagai kalimat langsung, misalnya “Jangan berani menggoda pacar saya, nanti saya lapor istrimu.”, ujar Rudi.
-
Tindak retis (rhetic acts), yakni tindak tutur dengan
tujuan melaporkan apa yang dituturkan si penutur, yang juga disebut sebagai
kalimat tak langsung, misalnya Rudi
mengatakan bahwa pria yang menggoda pacarnya akan ia laporkan.
2)
Tindak ilokusi (illocutionary acts), yakni tindak tutur
si penutur yang hendak menyatakan sesuatu dengan menggunakan suatu daya yang
khas, yang membuat si penutur itu bertindak sesuai dengan apa yang
dituturkannya. Dengan kata lain, dalam tuturan tersebut terkandung suatu
kekuatan yang mewajibkan si penutur melaksanakan apa yang dituturkannya. J.L.
Austin membagi tindak ilokusi ke dalam lima sub-jenis:
-
Verdiktif (verdictives acts), yakni tindak tutur yang ditandai oleh adanya keputusan yang
bertalian dengan benar-salah, namun keputusan tersebut bukan keputusan yang
bersifat final. Kata-kata yang termasuk dalam kategori tindak tutur verdiktif
antara lain: membebaskan, menghukum,
menafsirkan, memperhitungkan, menetapkan tempat, menyangka, mengukur,
melukiskan, menempatkan, menentukan tanggal, memerintah.
-
Eksersitif (exercitives acts), yakni tindak tutur
yang merupakan akibat adanya kekuasaan, hak atau pengaruh. Kata-kata yang
termasuk dalam kategori eksersitif antara lain: menunjuk, menamai, memproklamasikan, menasehati, mengarahkan, memaksa,
memberi suara, memperingatkan, memerintah, memilih.
-
Komisif (commissives acts), yakni tindak tutur
yang ditandai oleh adanya perjanjian atau perbuatan yang menyebabkan si penutur
melakukan sesuatu. Kata-kata yang termasuk dalam kategori komisif antara lain: melakukan kontrak, bersumpah, mengumumkan, melawan,
bertaruh, mendukung.
-
Behabitif (behabitives acts), yakni tindak tutur
yang mencerminkan kepedulian sosial yang bertalian dengan rasa simpati, saling
memaafkan atau saling mendukung. Kata-kata yang termasuk dalam kategori
behabitif antara lain: ucapan selamat,
tantangan, pemberian maaf, turut berduka cita.
-
Ekspositif (expositives acts), yakni tindak tutur
yang digunakan dalam menyederhanakan pengertian atau definisi yang berasal dari
referensi tertentu, misalnya “Demokrasi itu pada pokoknya dapat diibaratkan
sebagai sebuah rumah tangga yang orang-orang di dalamnya hidup rukun, damai,
dan bebas berbicara sesuai kapasitasnya masing-masing.
3)
Tindak perlokusi (perlocutionary acts), yakni efek tindak
tutur si penutur bagi pendengarnya. Dalam penegasan lain, bila tindak lokusi
dan tindak ilokusi lebih menekankan pada peranan tindakan si penutur, pada
tindak perlokusi yang ditekankan adalah bagaimana respons pendengarnya. Hal
ini, menurut J.L. Austin, berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai pemengaruh
pikiran dan perasaan. Kata-kata yang termasuk dalam tindak perlokusi antara
lain: meyakinkan, menyenangkan, menipu,
menakuti, membujuk, merayu dan mengarahkan.
John
Searle, murid dari Austin, mengembangkan
teori tindak tutur dengan mengkategorisasikan semua peristiwa tutur ke dalam
bermacam-macam tindakan dan kemudian mencoba untuk menentukan kebenaran atau
validitas atas setiap tipe tindak tutur. Searle menyatakan bahwa setidaknya
terdapat lima klasifikasi kondisi kebenaran dalam tindak tutur:
a.
Penutur harus berniat
melakukan apa yang ia janjikan.
b.
Penutur harus percaya
(bahwa pendengarnya percaya) bahwa tindakan-tindakannya dalam kepentingan
terbaik pendengar.
c.
Penutur harus percaya
bahwa ia dapat melakukan suatu tindakan.
d.
Penutur harus
mendasari diri pada tindakan masa depan.
e.
Penutur harus
mendasari diri pada tindakan atas dirinya sendiri.
Pada intinya, Searle
menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita katakan membentuk suatu tindak tutur.
Lebih jauh lagi, setiap tipe tindak tutur diperintah oleh sekumpulan kondisi
kebenaran yang harus terjadi jika tindak tutur tersebut valid (Parker, 1986:
14-15).
Searle
kemudian memasukkan perintah sebagai bentuk dari tindak ilokusi (illocutionary acts) dan secara
terperinci sebagai bagian dari tuturan direktif (directives). Pembagian tindak ilokusi menurut Searle adalah sebagai
berikut (Verschueren, 1999:24):
a. Asertif merupakan tuturan yang mengungkapkan keyakinan
dan mendorong penutur pada kebenaran atas apa yang ia nyatakan: pernyataan.
b. Direktif merupakan tuturan yang mengungkapkan suatu
harapan dan diperhitungkan sebagai usaha untuk mendorong pendengarnya melakukan
sesuatu: permintaan atau perintah.
c. Komisif merupakan tuturan yang mengungkapkan suatu maksud
dan diperhitungkan sebagai suatu komitmen bagai penutur untuk mengikat dirinya
dalam arah tindakan di masa depan: janji atau tawaran.
d. Ekspresif merupakan tuturan yang mengungkapkan suatu
variasi pernyataan psikologis dan diperhitungkan sebagai suatu ungkapakan
pernyataan psikologis: permintaan maaf atau ucapan terima kasih.
e. Deklarasi merupakan tuturan yang tidak mengungkapkan
suatu variasi pernyataan psikologis dan tujuan yang hendak dibawa adalah
perubahan dalam kenyataan: pembaptisan atau pernyataan perang).
Berdasarkan
rincian mengenai tindak ilokusi menurut Searle tersebut, maka dapat ditunjukkan
bahwa perintah merupakan tuturan yang diucapkan ketika terdapat harapan dari
penutur agar tuturannya dilaksanakan oleh pendengarnya. Dengan kata lain
pendengar (dari penutur yang mengungkapkan perintah tersebut) diharapkan atau
diminta untuk melakukan sesuatu, seperti apa yang dituturkan oleh penuturnya.
Pembahasan
Setelah dipaparkan landasan teori mengenai perintah,
selanjutnya akan dibahas dan dianalisa beberapa perintah yang dituturkan oleh
para tokoh dalam peristiwa tsunami dari film ‘The Impossible’. Tuturan perintah
yang dipilih untuk dianalisis adalah sebagai berikut:
a.
“Get safe the boys!” (“Selamatkan anak-anak!”)
Perintah ini dituturkan oleh Maria kepada Henry, suaminya,
ketika gelombang tsunami sudah menerjang hotel. Ia memberi perintah suaminya
itu untuk menyelamatkan Tomas dan Simon yang sedang berada di dekat Henry. Beberapa
detik kemudian, meski dihantam oleh tsunami, Henry tetap memegang Tomas dan
Simon. Sementara itu, Maria sendiri hanyut oleh arus deras yang tercipta dari
gelombang raksasa tersebut.
b.
“Get me out of
here!” (“Keluarkan aku dari sini!”)
Saat terseret
oleh gelombang tsunami, Lukas yang timbul tenggelam di dalam air, sempat
berpapasan dengan ibunya yang sedang berpegangan pada sebatang pohon kelapa.
Karena tak dapat menjangkau Lucas, maka Maria melepaskan pegangannya untuk
mengejar Lucas dengan berenang di dalam arus yang sangat deras. Pada saat
berpapasan kembali, Lucas menuturkan perintah agar ia ‘dikeluarkan’ dari arus
tsunami tersebut.
c.
“We have to find somewhere else!” (“Kita harus menemukan tempat yang lain!”)
Saat arus deras tsunami mulai surut, Maria dan Lucas yang
terpisah dari Henry, Simon dan Tomas, berada dalam situasi kepanikan, karena
kekacauan yang melanda seluruh wilayah di hotel tempat mereka berlibur. Yang
mereka dapati hanyalah puing-puing dan jenazah yang terpencar-pencar di
mana-mana. Dalam kondisi terluka parah, Maria menuturkan kata perintah kepada
Maria, agar mencari tempat yang lain, yang sekiranya lebih aman daripada tempat
mereka berada saat itu.
d.
“So cold
here” (“Di sini sangat dingin”)
Tuturan ini
diucapkan oleh Maria kepada Lucas dengan maksud untuk memberikan perintah kepada
Lucas agar ia pergi mengambilkan obat, karena pada saat itu Maria berada dalam
keadaan yang semakin parah. Luka-lukanya belum ditangani secara tepat oleh
dokter dan paramedis di RS sehingga ia merasa kedinginan.
e.
“I only got him in this life” (“Hanya dia yang aku punya di dunia
ini”)
Tuturan ini
diucapkan oleh Maria kepada dokter yang sedang memeriksanya agar ia segera
diobati. Pada saat itu yang Maria ketahui, ia sudah kehilangan suami dan kedua
anak lainnya, sehingga ia merasa tinggal Lucas yang ia punya. Ia tidak ingin
mati karena luka-lukanya itu, agar Lucas sebagai satu-satunya anggota keluarga
yang ia anggap yang masih tersisa, tidak kehilangan dirinya.
f.
“I got a blood you get to stop it, please!” (“Saya mengalami pendarahan, tolong hentikan!”)
Akibat terjangan
tsunami yang ia alami, Maria mengalami luka pendarahan yang sangat parah di
sekujur tubuhnya. Saat itu para dokter dan paramedis sedang sibuk menangani
sekian banyak pasien yang adala korban dari bencana tersebut. Saat itu Maria
merasa tidak dipedulikan oleh para dokter dan paramedis yang ada di sekitarnya,
sementara ia mengalami pendarahan yang harus segera dihentikan. Tuturannya ini
merupakan sebentuk permintaan tolong yang dibungkus dalam perintah terhadap
dokter yang berada di dekatnya saat itu.
g.
“You need to eat something.” (“Kamu harus makan.”)
Saat terbaring
lemah di Rumah Sakit, Maria saat itu belum makan apa-apa lagi sesudah diterjang
dan selamat dari tsunami bersama Lucas, putranya. Melihat keadaan ibunya yang
lemah, Lucas meminta ibunya untuk makan. Di situ ia mengupaskan sebuah jeruk
dan meminta ibunya untuk memakannya dengan harapan agar ibunya dapat mengisi
perutnya yang kosong setelah beberapa saat tidak lagi makan apa-apa.
h.
“She must be starving” (“Dia pasti lapar.”)
Pada saat berada
di RS, ada pasien perempuan yang juga korban tsunami yang dibaringkan di
sebelah ranjang Maria. Sesudah ia makan jeruk yang diberikan oleh Lucas, Maria
menuturkan kata-kata tersebut sebagai bentuk perintah kepada Lucas agar ia juga
memberikan jeruknya kepada pasien tersebut. Hanya saja, pasien tersebut hanya
diam tak bergerak, karena trauma parah yang ia alami sesudah diterjang tsunami.
i.
“Watch this place.” (“Perhatikan tempat ini.”)
Saat terbaring
lemah di atas ranjang pasien, Maria memperhatikan sedemikian banyak pasien yang
merupakan korban dari bencana tsunami saat itu. Ia pun menuturkan perintah
kepada Lucas agar ia melihat ke sekeliling mereka dengan maksud agar Lucas
tergerak untuk membantu para korban lainnya. Yang dilakukan Lucas kemudian adalah
ia pun membantu para korban tsunami yang lain untuk mencari sanak saudara
mereka yang hilang atau tersesat.
j.
“I heard everyone go to the mountain to safe alive.” (“Ayah dengar
semua orang pergi ke pegunungan sebagai tempat berlindung yang aman”)
Sesudah selamat
dari terjangan tsunami, Henry mengatakan kepada Thomas bahwa ia akan mencari
tepat yang aman di sekitar pegunungan. Ini merupakan sebentuk perintah agar
mereka segera bergerak dari lokasi mereka saat itu ke lokasi lain yang lebih
aman.
Kesimpulan
Dalam situasi yang darurat, perintah sebagai bentuk
tindak ilokusi dapat dituturkan dalam berbagai cara dan untuk berbagai maksud.
Cara yang dimaksudkan di sini adalah dengan dituturkan secara langsung ataupun
dituturkan secara tersirat sebagai bentuk pernyataan. Maksud suatu perintah
dituturkan dalam keadaan darurat tentu saja adalah demi keselamatan orang-orang
yang berada dalam situasi tersebut. Pada situasi yang semakin darurat
atau mendesak, perintah dituturkan secara lebih singkat. Sedangkan pada situasi
yang semakin tenang, perintah dapat dituturkan secara lebih panjang atau
lengkap.
Inilah yang dapat diamati dalam film
“The Impossible”, yang mana dialog di dalamnya memuat beberapa perintah,
terutama yang dituturkan oleh figur-figur utama dalam film tersebut.
Perintah-perintah yang dapat ditemukan dalam tersebut berupa perintah untuk
menyelamatkan diri, perintah untuk minta tolong atau bantuan dan perintah untuk
mencari tempat yang lebih aman. Dengan demikian, perintah menjadi bentuk tindak
ilokusi yang paling banyak dituturkan dalam suatu situasi darurat, seperti
halnya dalam bencana tsunami yang digambarkan dalam film “The Impossible”.
Daftar Pustaka
Parker,
Frank, Ph.D. 1986. Linguistics for
Non-Linguists. London: Taylor & Francis Ltd.
Verschueren, Jef.
1999. Understanding Pragmatics. London:
Arnold.
Wibowo,
Wahyu, Dr. 2011. Linguistik Fenomenologis
John Langshaw Austin: Ketika Tuturan Berarti Tindakan. Jakarta: Bidik
Phronesis Publishing.
Yule,
George. 1996. Pragmatics. Oxford:
Oxford University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar