PENDAHULUAN
Dalam dunia kebahasaan, ada beberapa gaya bahasa baik
yang bisa dituturkan secara lisan maupun yang ditampilkan dalam tulisan. Salah
satunya adalah metafora. Metafora dapat dipandang sebagai bentuk kreativitas
penggunaan bahasa. Jadi, yang kreatif di
sini adalah penggunanya. Pada dasarnya, metafora diciptakan berdasarkan
persamaan (similarity) antara dua
satuan atau antara dua term. Persamaan
itu sifatnya tidak menyeluruh, melainkan hanya dalam sebagian aspeknya saja.
Persamaan itu dapat berkaitan dengan wujud fisiknya atau dalam hal sebagian
sifatnya atau karakternya atau bahkan berdasarkan persepsi seseorang. (Subroto, 2011:115-116).
Kreativitas penggunaan
bahasa yang dihadirkan dalam rupa metafora, selain hadir dalam percakapan
sehari-hari, kerap kali juga dimunculkan dalam karya tulis atau karya sastra,
salah satunya dalam novel. Metafora yang dihadirkan dalam novel dapat dimaksudkan
sebagai alat atau sarana untuk memberi variasi berbahasa dalam karya tersebut.
Penulis biasanya akan menempatkan metafora tersebut dalam dialog atau kisah
yang ia tulis. Salah satu dari sekian novel yang memuat beberapa metafora
adalah novel fiksi berbahasa Inggris berjudul “The Five People You Meet in Heaven” karya Mitch Albom. Maka dari
itu yang menjadi permasalahan utama yang hendak dibahas dalam makalah ini
adalah:
1.
Apa sajakah metafora yang
ada dalam novel “The Five People You Meet
in Heaven”?
2.
Apakah makna dari
setiap metafora yang ditemukan dalam novel “The
Five People You Meet in Heaven”?
Permasalahan
tersebut di atas akan dijawab dengan penelitian deskriptif kualitatif yakni
dengan mencari metafora-metafora dalam novel tersebut. Dengan penelitian
deskriptif kualitatif dimaksudkan bahwa setiap metafora yang ditemukan dalam
novel tersebut akan dimaknai berdasarkan teori-teori mengenai metafora. Untuk
mengawali proses dan rangkaian penelitian dan pembahasan dalam makalah ini akan
terlebih dahulu diawali dengan resensi dari novel “The Five People You Meet in Heaven.”
1. NOVEL “THE FIVE
PEOPLE YOU MEET IN HEAVEN”
Novel ini mengambil latar belakang tempat di salah satu
taman hiburan di Amerika, bernama Ruby Pier. Letaknya dekat sebuah dermaga di
tepi pantai. Sedangkan sebagai tokoh utama dalam novel itu adalah Eddie yang
adalah kepala bagian maintenance (perawatan)
di taman hiburan tersebut. Sebagian besar hidupnya ia habiskan untuk menjaga,
memperbaiki dan merawat semua wahana yang ada di Ruby Pier. Pekerjaannya ini ia
teruskan dari mendiang ayahnya. Sebelumnya ia pernah mengikuti dinas militer di
Filipina pada masa Perang Dunia kedua, bahkan hingga ia dijadikan tawanan
perang oleh tentara Jepang. Setelah berhasil menyelamatkan diri bersama
rekan-rekannya dalam keadaan luka parah, terutama di bagian lututnya, ia
kembali ke Amerika. Ia pulang dalam keadaan pincang dan setelah itu sepanjang
hidupnya ia harus berjalan dengan menggunakan tongkat. Ia pun menikah dengan
istrinya yang ia kenal sejak masa remajanya, Marguerite. Ia sempat bekerja
sebagai supir taksi, sebelum kemudian ia mengambil alih pekerjaan ayahnya
tersebut ketika ayahnya tersebut mulai sakit-sakitan hingga akhir hidupnya.
Pada hari ulang tahunnya yang ke 83, Eddie meninggal
dunia karena kecelakaan tragis demi menyelamatkan nyawa seorang gadis kecil
dari wahana rusak yang nyaris menimpanya. Di alam baka, Eddie berjumpa dengan
lima orang yang telah menunggunya, yang dimaksudkan hadir di hadapan Eddie
untuk menjelaskan semua yang telah terjadi dalam kehidupannya. Orang pertama
yang ia jumpai adalah ‘The Blue Man’,
seorang pria yang mengalami warna biru di sekujur tubuhnya karena pengobatan
yang salah untuk menyembuhkan masalah kecemasannya. Orang kedua adalah kapten
yang memimpin Eddie semasa dinasnya di Filipina dan yang ikut ditawan bersama
empat rekannya yang lain. Yang ketiga adalah Ruby, istri dari pendiri wahana
hiburan tempat Eddie bekerja. Sedangkan orang yang keempat adalah istri Ruby
sendiri dan yang kelima adalah Tala, gadis Filipina berumur lima tahun yang
tanpa sengaja dibakar oleh Eddie ketika ia berhasil lolos dari tawanan tentara
Jepang.
Masing-masing dari mereka memberikan jawaban atas segala
pertanyaan yang ada dalam benak Eddie selama hidupnya. Pertanyaan kenapa ia
pincang, kenapa ia harus bertahan bekerja di taman hiburan tersebut, kenapa
hubungannya dengan ayahnya begitu buruk dan terutama pertanyaan apakah gadis
yang nyaris tertimpa wahana yang rusak tersebut mampu ia selamatkan atau tidak.
Jawaban yang disampaikan oleh masing-masing dari kelima orang tersebut
disampaikan dengan cara menghubungkan kisah mereka dengan perjalanan hidup Eddie.
Boleh dikata kelima orang tersebut pernah hadir dalam kehidupan Eddie, meski
tiga di antaranya, yakni ‘The Blue Man’,
Ruby dan Tala tak pernah ia kenal secara langsung, dan kelimanya pada akhirnya
memberikan kedamaian yang Eddy cari yakni jawaban atas seluruh pertanyaan yang
ada dalam hidupnya.
Sebagai inspirasi dari keseluruhan novel ini adalah kisah
hidup dari paman Mitch Albom sendiri yang bernama Edward Beitchman. Dalam
bagian pengantar novel ini, Albom memberi kesaksian bagaimana pamannyalah yang
paling pertama memperkenalkannya pada konsep surga dan kemudian selalu ia
ceritakan di meja makan tiap makan malam pada pesta Thanksgiving. Konsep mengenai surga inilah yang kemudian ia
wujudkan dalam novel “The Five People You
Meet in Heaven” ini.
2. KAJIAN TEORI MENGENAI METAFORA
Untuk mendukung bahasan dan penelitian mengenai metafora
yang ditemukan dalam novel “The Five
People You Meet in Heaven” akan terlebih dahulu dipaparkan teori-teori dan
definisi mengenai metafora.
a. Definisi Metafora
Secara etimologi, metafora berasal dari bahasa Yunani, metaphero (μεταφέρω) yang
berarti “membawa lebih”, “memindahkan” dan berasal dari dua gabungan kata
Yunani: meta (μετά) yang
berarti “di antara” dan phero (φέρω) yang
berarti “membawa”. Dari etimologinya tersebut, metafora dapat diartikan
“pemakaian kata atau ungkapan lain untuk obyek atau konsep lain berdasarkan
kias atau persamaan.” Sebagai suatu pengabstrakan, metafora dapat berupa
“pemakaian kata atau bentuk lain yang bersangkutan dengan obyek konkret untuk
obyek atau konsep abstrak” (Kridalaksana, 2009:152-153).
Beberapa pakar bahasa juga
mengemukakan pengertian metafora mereka sendiri. Stephen Ullman menyatakan
bahwa metafora adalah suatu perbandingan antara dua hal yang bersifat menyatu
(luluh) atau perbandingan yang bersifat langsung karena kemiripan atau kesamaan
yang bersifat konkret atau nyata atau bersifat intuitif atau perseptual. Karena
perbandingan itu bersifat menyatu atau luluh, maka tidak dinyatakan dengan
kata-kata yang mengungkapkan perbandingan, contohnya: seperti, bak, laksana,
bagaikan. Maka dari itulah, metafora sangat bertali-temali dengan jaringan
tutur manusia: sebagai faktor utama motivasi, sebagai perabot ekspresi, sebagai
sumber sinonim dan polisemi, sebagai saluran emosi yang kuat, sebagai alat
untuk mengisi senjang kosakata, dan dalam beberapa peran yang lain. (Ullmann,
2011:265)
Geoffrey
Leech menyatakan bahwa metafora dipandang sebagai sebuah “transfer makna atau
perpindahan makna”. Begitu pula pakar bahasa yang lain, seperti George Lakoff
dan Mark Johnson menyatakan bahwa “esensi metafora adalah pemahaman dan
pengalaman akan sesuatu yang dipadankan dengan sesuatu yang lain.” (Subroto,
2011:120-121). Metafora menunjukkan kepada pendengar atau pembaca untuk melihat
benda, pernyataan atau apapun juga sebagai sesuatu yang lain dengan menerapkan
ungkapan linguistik terdahulu yang digunakan dalam rujukannya yang terakhir
(Cruse, 1987:41)
b. Jenis-jenis Metafora
Beberapa pakar bahasa
menganggap metafora sebagai “ratunya” majas, karena bisa dilhat dari proses
pembentukannya. Banyak jenis majas lainnya yang dapat dikelompokkan ke dalam
jenis majas ini. Salah satu dari pakar bahasa yang membagi jenis-jenis metafora
adalah Kerbrat Orrecchioni (Kusuma, dkk. 2011:173-174), yang melihat bentuknya,
mengajukan dua macam metafora, yaitu:
1) Metafora in
praesentia
Metafora ini bersifat eksplisit. Sebagai contoh, “Tono
memang buaya darat” (biasa disebut asimilasi). Di sini kedua unsur yang
dibandingkan muncul, jadi tidak bersifat implisit. Apabila kita bandingan aspek
makna majas simile dengan metafora asimilasi, akan tampak perbedaan. Kita lihat
contoh berikut ini:
a)
“Tono seperti buaya
darat” (simile),
b)
“Tono memang buaya
darat” (asimilasi)
Kalimat pertama menyatakan bahwa sebagian sifat Tono
mirip sifat buaya darat. Sementara itu, bila tak ada kata pembanding (digunakan
metafora asimilasi), maka si pengujar menyatakan bahwa secara keseluruhan, Tono
memang buaya darat.
2) Metafora in
absentia
Metafora ini dibentuk berdasarkan penyimpangan makna. Seperti juga pada
simile, dalam metafora terdapat dua kata (atau bentuk lain) yang maknanya
dibandingkan. Namun, salah satu unsur bahasa yang dibandingkan, tidak muncul,
bersifat implisit. Sifat implisit ini menyebabkan adanya perubahan acuan dan
penyimpangan makna, sehingga menimbulkan masalah kolokasi, yaitu kesesuaian
makna dari dua atau beberapa satuan linguistik yang hadir secara berurutan
dalam ujaran yang sama. Hal ini yang mungkin menjadi masalah dalam pemahaman
metafora. Contoh: “Banyak pemuda yang ingin mempersunting mawar desa itu”. Dalam contoh tersebut, ada dua wilayah makna,
yaitu wilayah makna kata “gadis” yang tidak hadir (in absentia) dan wilayah makna kata “mawar”. Sebagian wilayah makna
“mawar” dan “gadis” sama, yaitu indah,
cantik, segar, harum. Meskipun wilayah makna kedua kata itu akhirnya
menyatu, makna pertama (“gadis”) tidak menghilang, melainkan ada di latar
belakang makna kata kedua (“mawar”).
3. TEMUAN DAN ANALISA MAKNA METAFORA DALAM NOVEL “THE FIVE PEOPLE YOU MEET IN HEAVEN”
Berikut ini adalah
metafora-metafora yang dapat ditemukan dalam novel “The Five People You Meet in Heaven” yang diamati dari
kalimat-kalimat yang memuat metafora-metafora tersebut. Makna dari setiap
metafora tersebut akan dibahas dan dianalisa berdasarkan konteks yang
melingkupinya dan dengan berpanduan pada teori-teori yang telah disebutkan di
atas, terutama teori yang dipaparkan oleh Orrecchioni.
a. Barrel chest
“At the time of
his death, Eddie was a squat, white-haired old man, with a short neck, a barrel chest, ... “ (hlm. 2)
Secara harafiah, ‘barrel
chest’ berarti ‘dada tong’. Ungkapan ini merupakan bentuk metafora in praesentia, yang mana bentuk dada
yang dimaksudkan oleh Albom dianalogikan dengan bentuk tong. Ini dituliskan
oleh sang penulis ketika hendak memperkenalkan sosok Eddie. ‘Barrel chest’ merupakan metafora untuk
menunjukkan dada seseorang, terutama pria, yang lebar karena kapasitas
paru-paru yang besar, namun bisa juga karena penyakit osteoarthritis ketika
seseorang makin berusia lanjut. Di awal novel, Albom menceritakan sosok Eddie
yang telah berusia 83 tahun, yakni usia yang sangat rentan dengan segala bentuk
penyakit masa tua.
b. Salty whiskers
“His face was broad
and craggy from the sun, with salty
whiskers...”
(hlm. 2)
Masih dalam konteks memperkenalkan sosok Eddie, Albom
menyebutkan ‘salty whiskers’ yang
jika diterjemahkan secara harafiah berarti ‘jambang yang asin’. Metafora ini hendak
menunjukkan seseorang yang sudah lama hidup dan bekerja di tepi laut. Seperti
yang dikisahkan oleh Albom, tokoh Eddie hampir sepanjang hidupnya bekerja di
Ruby Pier, yang letaknya berada di tepi laut. Ini merupakan bentuk metafora in absentia, karena ungkapan tersebut
sama sekali tidak dimaksudkan untuk menunjukkan wujud ‘jambang yang asin’.
c. To be red from
the sun
“His legs were red from the sun..” (hlm. 8)
Pada bagian kisah novel ini, ketika diketahui wahana
mulai rusak, disebutkan oleh Albom, bahwa kedua kaki Eddie “were red from the sun”. Metafora ini hendak menyatakan bahwa
karena sering berada di bawah sinar matahari, maka kedua kaki Eddie pun seolah
berwarna merah atau lebih tepatnya makin menggelap. Karena sering bekerja dari
wahana ke wahana di taman hiburan tersebut, terutama di wahan-wahana yang
berada di ruang terbuka dari pagi sampai malam, tidak heran bahwa tubuh Eddie,
tak terkecuali kedua kakinya sering terpapar oleh sinar matahari. Ini merupakan
bentuk metafora in praesentia, yakni
dengan ditunjukkannya warna kulit yang terpapar lama oleh sinar matahari,
sehingga seolah berwarna merah.
d. A wound beneath
an old bandage
“She was like a wound beneath an old bandage...” (hlm. 10)
Sesudah berjumpa dengan Marguirite untuk pertama kalinya
pada masa remajanya, Eddie pun langsung jatuh cinta dengan gadis itu. Kenangan
pertemuan itu terus terbawa oleh Eddie hingga ia hendak tidur, bahkan menjadi
bahan gurauan dari Joe, kakanya. Albom menyebutkan kehadiran Marguirite dalam
kehidupan awal Eddie seperti ‘a wound
beneath an old bandage’. Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
artinya ‘seperti luka di bawah perban yang lama’. Ini merupakan bentuk metafora
in absentia yang hendak menunjukkan
bahwa di dalam diri Eddie, sosok Marguirite merupakan figur yang teramat
penting dan sulit untuk dilupakan begitu saja.
e. To fish around
“He fished around.”(hlm. 11)
Pada bagian lain novel ini diceritakan seorang pemuda
yang baru saja bermain di taman hiburan tersebut, kehilangan kuncinya mobilnya.
Di sini Albom menyebutkan “he fished
around” yakni sebuah metafora untuk menunjukkan tindakan seseorang ketika
ia kehilangan sesuatu lalu mulai mencari-carinya di seluruh tubuhnya. Itulah
persis yang dilakukan oleh pemuda tersebut ketika ia baru menyadari bahwa kunci
mobilnya sudah tidak ada lagi. Ini merupakan bentuk metafora in absentia, karena Albom sama sekali
tidak memaksudkan ‘to fish around’ sebagai
tindakan yang bersangkut pautan dengan ikan (fish), memancing misalnya.
f. Running nose
“She was
sprawled upon the ride’s metal base, as if someone had knocked her into it, her nose running,...” (hlm. 17)
Ketika Eddie berusaha menyelamatkan seorang gadis yang
nyaris tewas karena wahana yang rusak dalam novel ini, Albom menceritakan
bagaimana gadis itu sempat jatuh di platform
dari wahana tersebut. Ia mendeskripsikan gadis itu dengan metafora ‘running nose’ yang arti harafiahnya
adalah ‘hidung yang berlari’. Yang dimaksudkan dengan metafora ini adalah
keadaan panik yang dialami oleh seorang anak, sehingga ia menangis dan
hidungnya pun beringus atau mengeluarkan lendir. Ini merupakan bentuk metafora in praesentia, yakni dengan menunjukkan
hidung yang beringus seolah seperti sedang ‘berlari’.
g. Dog tags
“He looked up to
see a rifle dug into the ground, with a helmet sitting atop it and a set of dog tags hanging from the grip.” (hlm. 57)
Sesudah bertemu dengan ‘The Blue Man’, Albom mengisahkan Eddie yang kemudian berpindah setting ke masa-masa ketika ia menjadi
seorang prajurit Amerika pada masa Perang Dunia kedua dalam tugas
kemiliterannya di Filipina. Pada bagian itu, Eddie menemukan ‘dog tags’ miliknya. Yang dimaksudkan
dengan ‘dog tags’ adalah nama tak
resmi atau metafora in absentia untuk
seperangkat tanda pengenal yang dikenakan oleh para tentara yang terluka atau
tewas di medan pertempuran. Biasanya pada ‘dog
tags’ tersebut dituliskan nama, golongan darah dan agama yang dianutnya.
h. To be hell on someone
“He was hell on me as a kid.” (hlm. 141)
Saat bertemu dengan orang ketiga, yakni Ruby, istri dari pendiri taman
hiburan tempat Eddie bekerja, Eddie banyak bercerita mengenai buruknya relasi
antara dirinya dengan ayahnya. Di situ ia menyebutkan perihal ayahnya yang
memperlakukan dirinya sedemikian buruk sejak masa kecilnya. Metafora in absentia ini merupakan ungkapan yang
menunjukkan sikap seseorang yang menolak, mengingkari dan tak menganggap
penting orang lainnya. Dalam konteks novel ini, Eddie merasakan pengalaman
bagaimana pada masa kecil dan remajanya ia dianggap tak penting dan
diperlakukan secara kasar dan keras oleh ayahnya, sehingga Eddie sulit untuk
memaafkannya.
4. KESIMPULAN
Metafora merupakan salah satu bahasa figuratif yang
secara luas dapat digunakan dalam setiap bentuk komunikasi sehari-hari, seperti
dalam artikel di koran, iklan, puisi dan novel. Secara lebih khusus dalam rupa
novel, seorang penulis dapat menerapkan kreativitas berbahasanya dalam salah
model bahasa figuratif ini. Kreativitas ini memang memberi warna pada novel
yang ditulis, sehingga novel pun dapat menarik seluruh perhatian pembacanya.
Ini pulalah yang berlaku
pada novel “The Five People You Meet In
Heaven” di mana sang penulis, Mitch Albom, menerapkan kreativitasnya dalam
menulis dengan meletakkan beberapa metafora dalam karyanya tersebut. Metafora-metafora
yang dapat ditemukan dalam novel tersebut antara lain: barrel chest, shalty whiskers,
to be red from the sun, a
wound beneath an old bandage, to fish around, running nose, dog tags, dan
to be hell on. Masing-masing metafora
tersebut kemudian membawa maknanya sendiri-sendiri, baik secara in praesentia maupun in absentia. Dengan demikian, semua
metafora tersebut menjadi bagian integral yang ikut mewarnai keseluruhan kisah
dalam novel ini.
DAFTAR PUSTAKA
Albom,
Mitch. 2003. The Five People You Meet in
Heaven. New York: Hyperion.
Cruse,
D.A. 1987. Lexical Semantics. Cambridge:
Cambridge University Press.
Kridalaksana,
Harimurti. 2009. Kamus Linguistik (Edisi
Keempat). Jakarta: PT. Gramedia.
Kusuma,
Okke, dkk. 2011. Telaah Wacana: Teori dan
Penerapannya. Depok: The Intercultural Institute.
Subroto,
Edi H., Prof., Dr. 2011. Pengantar Studi
Semantik dan Pragmatik. Surakarta: PT. Cakrawala Media.
Ullmann,
Stephen. 1977. Semantics: An Introduction
to the Science of Meaning. Oxford: Basil Blackwell.
Pustaka Laman
en.wikipedia.org/wiki/Barrel_chest
en.wikipedia.org/wiki/Dog_tag
Tidak ada komentar:
Posting Komentar